Sunday 6 September 2020

Well-Planned/Well-Now Life?

 "Sialan, udah 22 aja. 3 tahun lagi, udah deket sama target nikah. Gue belum ngapa-ngapain. Gimana, dong?!"

***

            Teruntuk orang-orang yang masih menjadikan usia adalah standart untuk mematok suatu kesuksesan dalam hidup, .....screw you. Ciaaa~ Nggak deng. Gini.

            Secara tidak kita sadari, masih banyak orang di sekeliling kita yang menjadikan usia sebagai suatu standart dalam pencapaian seseorang. Bagi orang-orang yang seperti itu, achievement harus dipatok usia. Usia 25 harus sudah nikah, usia 27 harus sudah keliling dunia, usia 30 harus punya rumah, dan sebagainya.

            Tapi, ngomong-ngomong, standart ini sebenernya yang bikin siapa, sih? Kok sampe sepopuler ini, dan adapula yang menjadikan ini sebagai suatu prinsip. Saya sebagai penganut 'live in the now' life, bukan berarti melawan keras orang yang hidupnya well-planned dan well-prepared. Cuma, saya nggak suka aja kalau ada hidup orang-orang yang 'live in the now' ini dikata-katain sama orang-orang yang hidupnya 'well-planned', dianggap rendah dan gak berbobot seolah-olah semura orang itu hidupnya harus bener-bener tertata dan tepat sesuai rencana.

            Bagi saya, nggak ada yang lebih baik kalau keduanya dibandingkan, mau orang yang hidupnya memilih buat "yaudah lah i live the life now" atau "bentar-bentar, live my life nya nanti aja kalo udah kesampean semuanya". Nggak ada yang lebih baik karena ini persoalan pilihan hidup, dan medan hidup yang dialaminya.

            Tapi menariknya, masih ada beberapa orang yang nggak berani sounding kalo mereka ini termasuk orang yang "live in the now". Beberapa masih terbungkam sama standart orang-orang yang hidupnya tertata dan meromantisasi pencapaian berdasarkan usia. Masih takut kalau memperlihatkan prinsip 'livin the moment' disangka hidupnya selalu seneng-seneng doang, nggak punya arah dan nggak tahu tujuan. Disangkanya orang-orang yang livin the moment cuma fokus pada kebahagiaannya sekarang dan enggak mikirin kebahagiaannya nanti.

            Ada nih, salah satu dialog dalam film Paper Towns yang kurang lebih mengatakan bahwa saat usia sudah diatas 30, lulus kuliah, menikah dan punya rumah, "And then you'll be happy? Why not living in the moment and just be happy?" Dari situ kita pun juga bisa tahu bahwa mengapa harus menunggu usia 30 hanya untuk bahagia? Mengapa tidak bahagia saat ini juga?

            Dan saya, sangat sepakat akan hal itu. Menurut saya, nggak perlu lah nungguin usia menginjak 30 tahun untuk bahagia. Nggak perlulah menganggap pencapaian yang kita punya 'di usia yang seharusnya' itu jadi satu-satunya alasan buat bisa hidup bahagia. Semua nggak bisa dipukul rata, dan nggak semua mimpi harus dinamai sesuai dengan usia. Lagi-lagi, usia.. cuma.. angka.

            Ada juga salah satu tweet Tara Basro yang kemarin sempet trending yaitu perihal me-normalize orang-orang yang baru menemukan cinta sejatinya di usia 40, menemukan mimpinya di usia 30 dan lainnya.

            Saya sangat sepakat. Karena..

            That's just happens. That's just really happens.

            Ternyata salah satu teman saya yang usianya 26, merasa dia stuck banget dengan pencapaiannya. Pekerjaan tetap belum dimiliki olehnya, pasangan belum jadi hal yang penting untuk dimilikinya, dan ia selalu merasa sepertinya 'pencapaian'nya selalu kurang di angka 26nya. Prihatinnya, dia merasa begitu karena tuntutan orang tuanya untuk harus sudah mapan dan punya rumah di usia 28, segera menikah di usia 30, dan hidup bahagia setelahnya.

            Sempat-sempatnya, ada dialog yang terjadi dan kata-kata darinya yang kurang lebih seperti ini : "Gue nggak tahu gue mau dan bisa jadi apa. Gue nggak tahu gue harus apa. Gue ngerasa gue belum ngapa-ngapain, dan gue bener-bener nggak tahu gue ini mau ngapain. Masa iya tiap hari gue gini-gini doang?" kata dia.

            Dari kenyataan ini, saya semakin yakin, bahwa.. Yaudahlah, saya tetep pegang prinsip livin the life i have right now aja. Karena, age is just a number, yet it doesn't define any dreams, and any achievement at that numbers. Tapi, bukan berarti saya nggak mencanangkan hal-hal yang mau saya lakukan & saya tuju juga. Bukan berarti saya nggak punya mimpi atau bahkan nggak melangkah juga.

            Melangkah itu wajib dan harus. Tetapi, kalau kita terlalu memikirkan kemana kita ingin melangkah, terkadang malah jadi boomerang juga untuk nggak segera melangkah. Bahaya dong, kalo ekspektasi lancar, tapi eksekusinya buyar? Hehehe.

            Silahkan menghidupi apa-apa yang kamu yakini. Kalau memang mau mengikuti standart yang entah kreatornya siapa, ya monggo menjadikan hidupnya sangat well-planned dan well-prepared. Tapi ternyata kalau mau menghidupi kehidupan live in the moment, ya.. yasudah. Tidak menghakimi & mengusik satu sama lain kayaknya lebih asyik. Intinya cuma 2 sih, mau walk freely atau carefully. 



Cheers~

trite

i alw ays won der are The Smiths re ally be honest , for the h e avenly fe e li n gs o f de ad by yo u r sid e. bec ause by on ly seeing ...