Monday 13 August 2018

The Perks of being Half Left-Handed until 2018

Galaksi punya berjuta planet.

Dari jutaan planet, ada satu planet yang dinamakan, 'Bumi'.

Di Bumi, terdapat ratusan negara yang menghidupinya.

Salah satu dari ratusan negara tersebut adalah, 'Indonesia'.

Indonesia punya beribu pulau.

Dan salah satu diantaranya adalah pulau 'Jawa'.

Pulau Jawa memiliki berjuta penduduk.

Dan dari jutaan penduduk tersebut,

tak semuanya melakukan aktivitas menggunakan tangan kanan.

Yap, ada 1 per 10 mungkin dari mereka pengguna tangan kiri. Dan saya, termasuk.


Dulu.



___________________________




HALO!

ApH4 QbAr??

Wqwq bercanda.

Gimana kabar?

Sudah bahagia atau masih berduka?

Dah... jangan larut terlalu lama dalam duka, nga baek.


Oke, jadi..

dalam rangka Left-Handed Day yang dirayakan tiap 13 Agustus,
saya membuat post ini.

Spoiler aja,
yah.. biar to the point aja.
Post ini bertemakan tentang bagaimana saya menghidupi hidup saya selama 17 tahun sebagai pengguna kedua tangan, dan cukup terintimidasi olehnya.
Bagaimana ceritanya? BEGINI.

__________________________

Singkat cerita,
di suatu siang yang panas, saya sama Ibu saya keluar belanja ke pasar. Selepas itu, kami berdua ingin makan karena lapar. Nah, menu yang kami pilih pun tak cukup tepat, karena siang-siang panas, kami milihnya baso. Hm.

Saat makanan sudah hampir habis, kami sudah mulai mengobrol dan bercerita.
Kejadiannya begini, saya menggunakan tangan kanan saya untuk mengambil es cao saya. Karena ingin menyambi, saya mengambil sesendok kuah baso dengan tangan kiri saya dan menyuapkannya.
Awalnya saya biasa saja,
tapi.. Ibu saya ngeliatin saya muluuuu. Peka dong saya.
Akhirnya saya tuker tangan saya yang kanan buat ngambil kuah baso dengan sendok. Ibu saya cuma ketawa pada saat itu.

Sampe akhirnya, saya ngewawancara Ibu saya. Tapi, saya memulainya dengan dialog yang cukup konyol. Kira kira begini deh,

Saya : "Bu, nanti kalo aku punya suami, orang tuanya marah nggak ya kalo aku kidal?"
Ibu : "Nah, makanya.. Biasain dari sekarang berubah tangannya."
Saya : "Tapi masa bisa sih, tingkat kesopanan dinilai dari tangan? Atau emang orang Jawa doang yang gitu?"
Ibu : "Ya, sebenarnya nggak juga sih."


Keluarga besar saya, baik dari Bapak maupun Ibu, itu benar-benar mewajibkan etika yang baik dan sopan. Dari yang paling sederhana aja, penggunaan bahasa berdasarkan tingkatan ngoko-krama, atau panggilan berdasar silsilah keluarga dan bukan berdasar usia.
Termasuk dengan kesopanan beraktivitas lainnya. Hanya saja, saya yang salah kaprah sendiri.
Saya pake tangan kiri, di masa kecil saya yang bikin saya akhirnya ditakutkan sejak kecil, "Iki bocah kok kidal, kudu piye?" 


Ibu : "Ibu itu dulu bingung, mau digimanain biar kamu nggak kidal. Eyang Tie selalu pesen ke Ibu, kamu itu harus dilatih biar nggak kidal. Sampe-sampe Ibu ke psikiater."
Saya : "Hah? Ngapain ke psikiater?"
Ibu : "Ya tanyaaa biar kamu nggak kidal itu nyembuhinnya gimana."
Saya : "...."
Ibu : "Akhirnya, Ibu mesti naruh tangan kamu di belakang kalo kamu tak gendong. Pokoknya, tak tahan biar nggak gerak yang tangan kiri."
Saya : "Lha kenapa?"
Ibu : "Lha tanganmu yang kiri itu lho, gerak terus!"


I found it interesting dude. Soalnya, selama ini yang saya tahu, saya kidal itu karena saya suka bermain sama tetangga sebelah rumah saya yang juga kebetulan kidal jadinya saya ketularan kebiasaannya itu.


Saya : "Bukannya aku kidal gara-gara Pak ****?"
Ibu : "Nggak. Kamu itu kidal dari kecil, nah terus ternyata kok ya kebetulan Pak **** itu juga kidal. Cocok! Kamu mainnya kesana tiap hari lagi. Tambah sumpek Ibu."
Saya : "Hahaha. Terus terus?"
Ibu : "Ya gitu, Ibu pokoknya cari cara terus biar kamu gak kidal. Sampe akhirnya, kamu di opname kan sakit waktu itu. Ibu minta susternya gimana caranya pokoknya harus disuntik di tangan kiri, biar tangan kananmu itu belajar."


Hahaha, saya jadi ingat. Waktu kelas 5 dulu, saya pernah nerbitin kumcer judulnya 'Fotografer Cilik' dan salah satu cerpen di dalamya ada yang berjudul 'Terima Kasih, Dokter!'. Dan di cerpen itu saya menceritakan gimana saya bisa belajar tangan kanan.
Iyap saya inget. Saya dari kecil emang sering banget keluar masuk rumah sakit, di opname karena thypus. Dan itu peluang buat Ibu saya biar saya bisa belajar tangan kanan. Hm, cerdik juga.
Saya nangis waktu itu, soalnya saya kan semangat-semangatnya belajar nulis, eh.. pas disuruh nulis 'bismillah' kok baru sadar yang diinfus tangan kiri, saya gabisa nulis dong.. panik dong.. nangis dong..

Tapi, akhirnya..
dari kejadian itu, saya jadi perlahan belajar untuk nulis pake tangan kanan. Alhamdulillah, pelan-pelan.. saya bisa nulis pake tangan kanan, horeeee!! :D

____________________


Sebenernya, kalo dibilang left-handed, itu nggak bisa. Soalnya, saya sekarang sudah bisa melakukan aktivitas dengan tangan kanan.
Tapi, kalo dibilang 'mantan' left-handed pun, itu lebih nggak bisa. Soalnya, saya juga sadar, nggak semua yang saya lakukan itu dengan tangan kanan.
Saya sampe sekarang nggak bisa menyapu, menggunting pake tangan kanan. Hehe. Aneh ya.
Terus kadang, saya kebablasan aja gitu nyahut-nyahut barang pake tangan kiri (kecuali ngasihin barang ke orang ya! *tapi saya kadang masih suka salah tangan*), atau makan pake tangan kiri kalo lagi mager gitu.
Oleh karena itu, saya memanggil diri saya ... 'half' left-handed :3

Tentu,
hidup di Indonesia, apalagi di Jawa, itu merupakan suatu kesulitan tersendiri kalo kamu mau beraktivitas pake tangan kiri. Abisnya, kita dianggap nggak sopan. Tapi ada enaknya, kadang.. kita dianggep pintar karena penggunaan tangan kiri itu. Padahal aslinya ya.. podo wae -_-

Nah..
That's why i wanna share some of my 'perspective' about being a half left-handed. And also, both of good and bad impacts.


1. Kamu nggak sopan
Di lingkungan saya, mayoritas adalah pengguna tangan kanan yang artinya saya minoritas.
Asli sih, misalnya saya keceplosan ngambil kuah sayur asem pake tangan kiri (karena kalo pake tangan kanan pasti tumpah), pasti langsung disorot sama mata-mata tajam mereka sambil agak ngebentak, "LAH! Kok pake tangan kiri?"
DHIER.

1.1 Kamu mendadak diperhatiin
Tetapi, setelah kamu disemprot sama pertanyan loh kok pake tangan kiri itu, kamu langsung ditanyain, "Lho, kamu sejak kapan kidal?"
Akhirnya ditanyain asal muasal pusar kehidupan/

2. Kamu adalah kaum setan
Gila ya, ngeri juga pas saya baca fakta-fakta orang kidal di internet.
Kita yang kidal ini, pengguna tangan kiri, pengguna tangan jelek ini, dianggep kaum setan coyyy. Walah.
Padahal, saya percaya, bahwa Tuhan gak akan menciptakan sesuatu yang sia-sia. Ganja aja yang dianggap tabu disini aja masih punya manfaat dan nilai guna, mengapa tangan kiri enggak?
Yaa, memang sih beberapa dakwah Rasul, itu nggak memperbolehkan umatnya menggunakan tangan kiri karena memang setan menggunakan tangan kirinya untuk melakukan apapun.
Kalo bicaraa soal dakwah Rasul, saya angkat tangan deh. Makanya saya juga agak meminimalisir penggunaan tangan kiri kalo memang masih bisa digunakan pake tangan kanan. Hwehe.

2.1 Kamu dianggep cerdas
Biarpun kamu dianggep kaum setan sama sebagian orang, santai. Masih ada sisa dari sebagian itu yang menganggap kamu beda. Kamu dianggapnya lebih cerdas. Denger-denger nih, katanya orang kidal itu bisa menyeimbangkan pemikiran gitu. Gak jarang juga tokoh-tokoh hebat itu pake tangan kiri. Baca-baca.... gitu sih.


3. Kamu pemalu dan emosional
Ini bener banget.
Kalau berdasarkan pengalaman saya, saya orangnya pemalu banget. Duluuuu. Terus saya sempat benar-benar yaaa gitu lah kalo kata orang-orang saya benar-benar extrovert parah, kelihatannya ceria terus padahal aslinya juga biasa aja :v Yeaahh namanya juga pipel.
Terus, kalo soal emosional, bener. Gak jarang orang kidal itu biasanya lebih emosional dan mudah tersinggung. Tapi, menurut saya.. kayaknya itu lebih masuk akal kalo dikaitin sama usia sihh. Soalnya usia-usia labil biasanya ya usia anak muda itu, yang menyebabkan mereka gampang bingung, gampang terombang-ambing dan gampang emosi. NGEHEHE.

3.1 Kamu unik 
Yaaa gitu.
Orang kidal biasanya punya keunikan masing-masing.
Keunikan saya?
HMMM APE YEH.
Hahaha, gatau deng.

Baca-baca (lagi) di internet, ada satu fakta bilang bahwa orang kidal biasanya itu pemberontak gitu. Ya cocoklah. Saya pemberontak parah, jarang nurut sama aturan, dan sering menyalahkan cacat sistem.

__________________________

Yaaaah
Itu sih fakta-fakta menarik yang cuma secuil.

Intinya apa yaaah..

Saya cuma mau menyampaikan aja..

Sebenernya nggak ada beda kok, antara left-handed atau right-handed. Sama-sama pengguna tangan kan :v
Bedanyaaa sih, kalau di Indonesia sejauh ini.. apalagi di Jawa,
left-handed itu semacam dipandang se'aneh' itu aja.

Kalau kalian nemuin temen kidal, tolong jangan di diskriminasi aja sih.
Kadang ada yang menjadikan itu sebagai bahan candaan belaka, tapi kadang ada juga yang masuk ke hati gitu.










APASIH ANJIR ASLI NGGA NYAMBUNG PARAH.









Happy Left Handed Day pokoknya!!!

Much love from ex-left handed that still use left-hand sometimes so that i'll call myself half left-handed and i'm....

fucking..

proud.

MUACH :*

Thursday 8 March 2018

Soal Pengalaman dan Tujuan

We can buy things,
but not experience.


but the questions is,

is there any limits for an experience itself?

_____


Halo, kawula muda!

Ternyata ini adalah post pertama saya di tahun 2018 ya. Se produktif itu saya.

Di kesempatan ini, saya mau membagikan suatu... apa ya,
teori?

bukan sih.

apa ya..

materi?
lah, bukan juga.

apa ya..

hmm,
katakanlah sebuah pembelajaran, deh. Hehe iyain aja.


Jadi kemarin malam,
saya baru saja tertegur sama diri saya sendiri.
Atas apa?
Atas kesalahan saya yang ternyata kurang saya sadari saking asyiknya dan terlenanya saya sama apapun yang datang.

-

Banyak yang bilang, soal pengalaman.

Katanya,

Pengalaman harus dicari sebanyak-banyaknya,
biar kita tahu tentang apa yang kita enggak tahu.

Pengalaman harus dikumpulkan sampai melimpah, dari hal yang kecil sampai hal yang besar..
karena biar kita tahu ternyata hal yang kecil pun bisa sangat berarti dalam hidup kita.

Pengalaman harus dimaknai agar berarti,
biar kita tahu ternyata yang sia-sia itu bisa jadi makna.

Yah, kiranya begitu.

Saya pun mencari tahu, maksud dari 'mengumpulkan'-'mengejar'-'mendapatkan' banyak pengalaman itu sendiri. Esensinya apa, dan serumit apa.

Ternyata..

nggak rumit coy.

Pengalaman itu datang aja, tiap harinya.

Mayoritas pada bilang, sesuatu bisa disebut 'pengalaman' itu ketika ia mampu nampak dibanding yang lain. Padahal, nggak begitu. Menurut saya, itu peristiwa. Tapi kalau pengalaman, itu bukan 'yang lebih nampak'.
Pengalaman itu ya, apapun.

Saya setuju perihal memaknai pengalaman itu sendiri, kecil atau besar, penting atau tidaknya pengalaman itu. Jelas ada maksud dan maknanya dari tiap pengalaman yang kita punya.

Bagaimana sih, cara memaknai sebuah pengalaman?
Mudah saja.

Kita musti banget banget banget, jadi orang yang peka.

Kenapa?

Ya supaya pengalaman yang kecil itu bisa jadi berarti. Supaya kita bisa melihat hal-hal yang nggak terlihat atau terjamah, tapi terasa.
Percaya deh, kalau kita cuek mulu sama dunia, ya dunia susah kasih makna ke kita dari aktivitas yang tiap hari kita lakuin.
Beda kalau kita orangnya amat peka.

Ada nih, orang yang cuek banget, sampe-sampe ada orang celaka nun berlumuran darah pun dia kayak yang... "yah yaudah lah musibah."

Ada juga nih, orang yang peka banget, sampe-sampe dia lihat tanaman sambil bernafas aja kayak yang..... "wih gue berfungsi banget, karbondioksida gue kan segalanya buat tanaman-tanaman ini.'

Kalo kalian,

pilih jadi yang mana? :3

Kalau saya, pribadi....... lebih pilih yang terlalu peka daripada yang terlalu cuek :v
Karena jujur, dulu saat saya merasa se useless itu, saya lihatin tanaman, trus saya mikir... lahhh ngapain saya underestimate dan desperate banget, kan secara nggak langsung saya berguna dengan cuma menghasilkan karbondioksida. Hahaha, beruntung saya bisa sadar akan hal itu. Karena untuk nungguin tanaman bilang ke kita, "Eh, makasih ya, CO2 lo berfungsi banget buat hidup gua." itu agak lama sih ya.

_____

Karena saya prefer to be the one who cares a lot,
saya akhirnya sebegitu ambisinya sama suatu pengalaman.

Kecil atau buruk, saya tulis aja itu di jurnal saya.
Bermakna atau enggak, saya tulis aja.

*Oh ya, biasakan punya jurnal ya teman-teman! Biasakan menulis momen-momen penting dalam hidup kamu ke sebuah buku.
Karena, yahh maaf ini opini pribadi saya....
Daftar pustaka itu lebih valid daripada gambar, hahaa.
Jadi...

Tulis dulu aja.
Baru potret! :3

Oke, lanjut.
-

Usia remaja, adalah usia yang mateng-matengnya.........
...

mateng-matengnya untuk nyari pengalaman dan nyari identitas serta memastikan arah.

Dari nyari identitas,
kita perlu nyari pengalaman dulu.
Ketika udah terkumpul banyak pengalaman,
kita jadi tahu kita ini siapa dan nyamannya dimana.
Usai kita menemukan identitas kita siapa,
kita memastikan... bener nggak sih, arah yang kita pilih?
Akhirnya kita jalan deh.

Usia remaja, adalah usia dimana kita yaaah.. bebas untuk merasakan apapun..
Istilahnya kayak, "Ahh udah lahh, sini.. apapun yang masuk gue terima.. Nanti gue filter lagiii.."
gitu deh.
Karena justru kalau kita membatasi diri saat kita butuh tahu arah kita kemana, itu salah besar. Artinya kita nggak mau tahu seluas apa dan seberagam apa jalan kehidupan.

Boleh sih, pasrah sama Tuhan akan jalan yang ditentukan buat kamu.
Tapi, saya sendiri pun percaya, Tuhan lebih lega kalau kita ikut cari jalan.
Artinya, kita sudah usaha, gitu.
Selebihnya, jodoh atau enggak sama jalannya, itu tergantung kita ikhtiar atau enggak. Kan nanti Tuhan juga kasih jalur alternatif kalau kiranya jalan yang kita pilih sedang macet atau sedang kena renovasi. Hehe :D

Tapi,
saya baru sadar kemarin..
Iya, kemarin,

bahwa ternyata dalam mencari pengalaman itu juga perlu batas.
___

Kalau boleh sedikit self-centered, sebenernya di post ini (intinya) saya cuma mau bilang...
"JANGAN KAYAK SAYA."
Kenapa?
Kalau boleh sedikit self-centered tingkat dua, saya mau cerita sedikit..

Saya adalah seseorang yang sebenarnya sudah menemukan identitas saya sejak kelas 5 SD, bahwasanya saya bukan tipikal orang yang bisa dipaksa, dan itu berpengaruh ke pendidikan saya.
Saya dulu ambisius akan pendidikan akademik. Tetapi, menurun setelah saya tahu bahwa ternyata.......
bandel itu enaaaaaaaaakkk dan nikmaaaaattttt!

Alhamdulillah, saya pun juga beruntung karena punya orang tua yang sangat pengertian sedunia, sehingga saya nggak tahu harus bersyukur dengan cara apa tiap melihat wajah mereka.
Kelas 5 SD,
Bapak saya bilang,
"Kamu nggak usah kejar ranking. Nggak sebegitu penting. Jangan ranking 1, ya."

Legalah saya.
Saya bersyukur tiap hari karena hidup di keluarga yang enggak mencetak saya harus jadi apa.
Ketika saya tanya maksudnya apa, ternyata Bapak saya bilang,
"Katanya sih, menurut survei, orang yang ngejar ranking terus itu di kehidupan nyata malah gagal. Jangan deh. Cari pengalaman yang sebanyak-banyaknya aja. Jalani hobimu."

Dan masyaallah, makin sujudlah saya.
Akhirnya, saya mencari passion saya.
Saya ternyata suka berkecimpung di dunia sastra saat usia masih 10.
Saya menulis buku, saya produktif........di situ.
Sekolah, ya hanya sekolah. Begitu.
Pokoknya, makaryo. Gitu deh.

Di usia 11, saya beruntung mengetahui diri saya sudah bisa dapet penghasilan karena makaryo itu tadi.
Saya...... sering ngejek kakak saya, karena.....
saya dulu bisa cari duit sementara kakak saya yang masih SMA minta mulu ke orang tua. HAHAHA, massive apologize masku!!! :*

Lalu,
masuklah saya ke dunia SMP saya.
Dunia yang sangat liar menurut saya, karena saya cari identitas baru.

Di SMP,
saya tetap pada pendidikan akademik yang segitu-gitu aja.
Lalu, saya kenal dengan.....

MUSIK.

Buset.

Hancur saya.

Asik bangeeeetttt coooooyyyy -____-v

Saya gak bisa lepas.
Ternyata saya nemuin identitas kedua saya.

Sudah lama saya melihat kakak saya berkecimpung di dunia musik, dan saya nggak pernah nemuin asyiknya.
Saya bisa main drum waktu TK, tapi itu cuma... apasih, lagu 'Balonku' -_- Bayangin aja gimana.




*Eh jangan deh, gausah dibayangin. -_-v


Sampai suatu ketika saya lihat film 'August Rush' dan mengerti ternyata kayaknya musik itu asik.
Terus ternyata terbukti waktu SMP.

Karir saya di musik nggak semelejit kakak saya.
Saya punya band, dan waktu tahun 2013 lumayan disorot lah..........DI SEKOLAH :p

Hahaha.
Saya nggak pernah mikir soal 'berapa uang yang saya dapet', tapi 'semenyenangkan apa pengalaman yang saya dapet'.

Jadi, saya sangat menggunakan hati dalam bermusik ini. Bodoamat soal penghasilan, saya mikirnya, saya bisa cari itu dari kegiatan menulis saya.

Sampai bodohnya, saya terlena.
Saya produktif di musik aja, sampe-sampe.... saya suka kabur tiap temen-temen, guru, atau kerabat pada nanyain,

"Nadya buku barunya kapan?"

Ah wahai paku bumi dan jeruji besi,
stop.

Itu.
Anu.
Ah.
Seolah saya sudah vakum di dunia sastra.
Nggak pernah bikin buku baru lagi.
TAPI UDAH MENCOBA YA :v
Tapi gitu, berhenti di tengah jalan. Sampe halaman 30, macet.
Orang-orang nyebutnya writerblock. Tapi, bagi saya... saya sadar, itu cuma alibi belaka.......yang saya gunakan untuk mengatasnamakan ketidakproduktifan saya. HAHAHAHA.

Lalu, yaudah saya go with the flow aja.
Selalu bilang sama diri saya sendiri, "Santai, Nad. Lo nanti pasti punya ide, buat nulis lagi. Balik ke diri lo yang super produktif dan fokus."

NYATANYA....

ga terealisasi.

-

Terus,
Masuklah saya ke....
masa SMA.

Masa dimana kata orang-orang,

ini masa terbaik sepanjang masa.

Entah, saya membuang jauh-jauh pikiran itu saat kelas 10.
Saya selalu berpikir, "Bullshit. School sucks."

Lalu, saya menikmati masa SMA saya dengan mencoba jadi anak baik-baik pada umumnya.
Karena target saya di SMA, saya berkerudung, waktunya tobat, cari pengalaman tapi gaboleh nakal. Gitu deh.

Ternyata benar.
Saya yang gagap organisasi, ternyata bisa survive di organisasi di SMA.
Saya yang brutal sama aturan, ternyata bisa 'agak' nurut sama aturan.
Saya yang disrespect sama sistem pendidikan, ternyata bisa accepting as how it should be.

Sampai suatu ketika, musibah itu datang.
Dimana target saya ga terealisasi lagiiii.

Saya nakal, saya kena guru, saya dipandang sebelah mata gituuu.

Terus ya saya ga tinggal diam, dong. (walau awalnya saya mental breakdown ngeheheh)
Ya intinya saya mau buktiin aja gitu kalau saya gak seburuk itu.
Jadi walau saya nakal saya itu masih punya prestasi. Cie rada sosoan.

EH TAPI SAYA TERNYATA KEBABLASAN.
Saya akhirnya...........
berkecimpung di akademik.
Saya yang bodoamat sama sekolah tiba-tiba dapet peringkat, and it was like, holyshit fuck my life.

Jujur bro.
Saya langsung inget sama tutur Bapak saya yang nggak pernah nuntut ranking.
Saya tapi langsung inget.... kan itu yang bilang Bapak saya doang. Ibu enggak.
MATI.

Akhirnya, semenjak itu........
Ibu kayak sering nanyain nilai gitu.
Saya ya... ada sedikit pressure gitu kan akhirnya dengan cuma dibilang, 'Hayo pertahankan ya.'
Ah gitu deh.
Pokoknya saya berat buat bisa suka.
Karena, pada hakikatnya pendidikan kan gak musti diperingkatkan, dan peringkat nggak mampu menilai segalanya gitu.

Terus ternyata,
saya lumayan bisa asyik gitu jadi orang yang agak terorganisir pendidikannya. Saya jadi banyak tahu hal baru yang ternyata asyik juga dalam pendidikan, misalnya... saya jadi lebih kritis realistis nasionalis gitu hehehe.
Yaaah ketemu deh identitas ketiga saya.


Lalu, saya pengen dong bisa fokus di segala titik yang saya punya.
Saya berusaha menyeimbangkan,
non akademik dan akademik yang saya punya.

-

Sampai suatu ketika,
saya iseng mikir...

saya ini paling nyaman dimana?

Bodohnya, ini ga terjawab sama diri saya sendiri.

Saya yang terlalu terbuka sama pengalaman, jadi mudah goyah.

Iseng-iseng saya mikir soal kuliah dimana dan jurusan apa,
terus kerja jadi apa.
Nah,
sampai situ... puncaknya.

Saya cuma takut saya gak bisa sukses.
Karena arti sukses buat saya, adalah 
mengerjakan apa yang kita cintai, dan
mencintai apa yang kita kerjakan.


Yang saya salut,
Kakak saya (yang dulu saya olok-olokin)
sekarang sudah bisa saya kasih title 'sukses', karena dia kerja
di dunia yang dia cinta.

Dan yang saya takut,
saya (yang ngira saya sudah tahu identitas saya)
nanti susah milih hati saya berlabuh ke yang mana.

-

Lalu, kemarin
saya bertemu dengan... pelatih band saya xD

Saya ditegur.

yang kalau boleh jujur, itu merupakan suatu teguran hebat buat saya.

Saya ditanya, saya mau jadi apa.
Saya ditanya, saya sudah sampai mana.

Berat jawabnya.
Karena ternyata, sampai sini saya ternyata goyah.
Yang dulunya saya mantep ke satu titik, sekarang pecah kemana-mana.

Oke, saya cari pengalaman.
Tapi saya baru sadar ternyata pengalaman yang saya punya itu terlalu saya jadikan dasar.

Harusnya, biarkan itu berlalu lalang, yang penting, yang tertanam itu satu.
Sayangnya, mungkin di pertengahan saya nggak sadar kalau saya lupa kasih pupuk ke tujuan yang saya tanam, sampai akhirnya mereka layu sampai akar-akarnya. Jadi, mereka kecabut sama tanaman baru, dan begitu terus siklusnya.

Saya pernah sok-sokan meramal (tapi nggak sesok Dilan),
kalau siklus tujuan saya itu saya cuma main-main aja ke tujuan baru dan bakal balikan sama tujuan awal.

Nyatanya,
susah coy.

Benar adanya bahwa..

Semakin banyak yang kamu tahu,
semakin kamu sadar bahwa kamu itu enggak tahu apa-apa.

Sekarang saya jadi orang yang penuh pertimbangan, apa-apa mikir muluuuuuu sampai akhirnya ga terealisasi.
Padahal pernah, saya orangnya Bob Sadino banget.
Pake prinsip, kalo orang pintar mikir beribu cara untuk melangkah, orang goblok ya tinggal melangkah aja gak usah kebanyakan mikir.

Kata pelatih saya,

"Apa yang bisa bikin kakakmu sukses?




Dia fokus."


Saya tertegun.

Simple banget jawabannya. Tapi ngena.

Ya itu, yang kepikiran sama saya sampe sekarang.

Saya sok-sokan cari banyak pengalaman, sampe saya lupa tujuan saya kemana.
_____


Wahai teman-temanku,

Jangan jadi seperti daku.

Jangan lupa sama tujuan awalmu.

Jangan lupa cari identitasmu.

Jangan lupa mantapkan arahmu.

_____

Dan jangan lupa batasi dirimu kalau kamu sudah tahu identitasmu.
Kalau kamu sangat terbuka sama segala hal, jangan lupa membatasi dirimu kalau sudah tahu.
Jangan ditumpuk, lebih baik dipupuk.
Mengkokohkan tujuan dikala diserang banyak pengalaman baru itu ternyata lebih penting.
_____

Kalau kamu mengira saya menyesal,
yaaaa.. saya menyesal baru tahu betapa pentingnya ini.

Kalau kamu mengira saya terlambat,
Insyaallah, tidak.
Insyaallah tidak ada yang terlambat.

Kalau kamu tanya saya pilih identitas yang mana,


tunggu saja.


Bila umurku panjang,
sampai ketemu di masa depan!
Kita lihat saya dan kamu jadi identitas yang mana. Hehehe.


Jangan lupa mengerjakan yang kamu cintai dan mencintai yang kamu kerjakan! :D

trite

i alw ays won der are The Smiths re ally be honest , for the h e avenly fe e li n gs o f de ad by yo u r sid e. bec ause by on ly seeing ...